Senin, 22 November 2010

Putri Mandalika dan Perjuangan Moral Caleg Perempuan

Malam Minggu 14 Februari 2009, masyarakat Sasak, khususnya di Lombok Tengah, beramai-ramai ke Pantai Kute untuk menyambut munculnya nyale. Nyale adalah sejenis cacing laut yang bisa disantap lezat yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai jelmaan Putri Mandalika yang beratus-ratus tahun yang lalu menyeburkan diri di pantai tersebut.
Legenda Putri Mandalika ini sangat popular di kalangan masyarakat Sasak. Ia adalah putri seorang raja yang luar biasa cantiknya. Karena kecantikannya yang tersohor kemana-mana, banyak pangeran dari kerajaan tetangga yang ingin mempersuntingnya. Putri Mandalika sulit memilih. Pangeran-pangeran itu ingin bersaing dengan berlaga mengadu digdaya ilmu kanoragan. Siapa yang keluar jadi pemenang maka dialah yang berhak mendampingi putri Mandalika. Putri Mandalika tidak setuju dengan aturan main itu. Ia lalu berkeputusan untuk menceburkan dirinya ke laut untuk menghindari jatuhnya korban demi memperebutkannya.
Terlepas dari valid atau tidaknya cerita tersebut, paling tidak ada dua pesan moral yang bisa diteladani dari kisah ini. Pertama, Putri Mandalika adalah potret dari seorang perempuan yang benar-benar menjadi lilin. Ia sanggup mengorbankan dirinya untuk kebaikan orang lain. Dia rela menceburkan dirinya ke laut agar ia tidak menjadi sumber konflik yang mengakibatkan perseteruan dan perpecahan bagi rakyatnya. Ia merupakan gambaran citra perempuan sejati yang pernah didefinisikan oleh Martha C. Nussbaum dalam bukunya Sex and Social Justice ”who always be the mean and is not the end” (seseorang yang selalu menjadi perantara bagi kebaikan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri).
Kedua, Putri Mandalika telah menunjukkan penentangannya yang sangat keras terhadap budaya kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Pada titik ini, putri Mandalika menunjukkan nilai femininitasnya yang tidak memberikan dukungan terhadap kekerasan dan konflik dan cinta terhadap kelembutan dan perdamaian.
Dua ”moral of the story” yang terkandung dalam legenda Putri Mandalika tersebut di atas selayaknya menjadi titik tolak dan dasar pijakan bagi niat para aktifis perempuan yang tengah merebut posisi caleg saat ini. Dengan telah terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk menjadi anggota legislatif sampai dengan 30 % dan dianutnya sistem suara terbanyak bagi penentuan anggota legislatif, secara struktural-formal, perjuangan caleg perempuan sesungguhnya tidak banyak kendala.
Selanjutnya yang harus dipikirkan oleh caleg perempuan sekarang adalah bagaimana menuai kepercayaan rakyat. Bagaimana memposisikan diri menjadi ”ratu adil” yang dinanti-nanti oleh rakyat. Niat untuk menjadi wakil rakyat seharusnya tidak menjadi niat jangka pendek yang hanya ingin meraup hal-hal yang artifisial semacam jabatan dan keuntungan materi. Yang paling strategis untuk dipikirkan oleh para caleg perempuan saat ini adalah bagaimana membuktikan bahwa seorang perempuan memang punya kualitas moral dan kapasitas personal untuk, bersama-sama dengan kaum laki-laki, membawa kehidupan beragama dan bermasyarakat di negeri ini menjadi lebih baik.
Kami sebagai rakyat biasa sangat berharap, kelak para anggota legislatif perempuan ini betul betul mampu menawarkan warna baru bagi sepak terjang politik anggota legislatif. Sepak terjang politik yang menjunjung tinggi moral adiluhung dan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Politik yang mengedepankan kejujuran dan kompetisi yang sehat. Politik yang menghindarkan budaya sikut-sikutan dan permainan kotor. Politik yang tidak mengorbankan rakyat hanya demi kepentingan partai dan golongan. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti dari signifikansinya keterwakilan perempuan di ranah politik.
Semoga caleg-caleg perempuan menjadi wakil rakyat yang betul-betul mampu menempatkan diri sebagaimana mestinya. Yang mampu berkorban demi orang yang diwakilinya.Yang tidak melupakan rakyat yang memilihnya karena gaji besar, rumah atau mobil dinas yang menjadi lambang kemewahan anggota legislatif.
Wakil rakyat perempuan, bersama-sama dengan wakil rakyat laki-laki, semoga mengedepankan budaya perdamaian dan kelembutan daripada cara kekerasan dan konflik dalam menyelesaikan masalah.
Dengan berperilaku politik yang baik, para anggota legislatif perempuan akan bisa meyakinkan rakyat untuk lebih meningkatkan kepercayaanya pada keterwakilan mereka. Dengan demikian, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif akan bisa ditingkatkan dan berkeinambungan serta mampu memberikan keuntungan bagi rakyat secara terus menerus. Sekarang perjuangan para caleg perempuan ini harus diniatkan sebagai perjuangan moral yang memerlukan pengorbanan demi pencapaian yang lebih besar dan berlanjut di masa yang akan datang sebagaimana pengorbanan Putri Mandalika yang tiap tahun masih datang berwujud Nyale untuk mengunjungi rakyat dicintainya. Tanpa itu semua, perjuangan panjang dan melelahkan para aktifis perempuan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif tidak berarti apa-apa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar