Senin, 22 November 2010

Agresi Israel dan Agenda Feminisme

Beberapa saat yang lalu saya menghadiri seminar sehari yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UMM (Universitas Muhammadiyah Mataram) dengan ICRC (International Commitee of Red Cross), sebuah organisasi international yang salah satunya menangani International Humanitarian Law (Hukum Kemanusiaan Internasional). Tema penting yang dibahas ketika itu adalah kode etik peperangan antara lain tentang ketidakbolehan pihak-pihak yang terlibat perang menyerang mereka yang tidak bersenjata dan dianggap “lemah” seperti kaum sipil, anak-anak, dan perempuan.

Diskusi tersebut cukup menarik karena banyaknya pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan atas efektifitas aturan tersebut di hadapan arogansi atau kemandulan dewan keamanan PBB yang tentu punya vested-interest dalam menangani permasalahan kemanusiaan maupun peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Beberapa minggu setelah diskusi tersebut, berbagai problem yang dipertanyakan saat itu menjadi kenyataan. Sekarang setelah lebih kurang 10 hari terjadi agresi militer Israel terhadap Palestina, belum ada titik terang kemana konflik tersebut akan menepi. Semakin banyak korban berjatuhan termasuk kaum sipil, anak-anak, dan kaum perempuan yang secara tegas dinyatakan oleh aturan tentang peperangan tersebut sebagai pihak yang tidak boleh menjadi korban apapun alasannya.

Di tanah air muncul protes dan demonstrasi di mana-mana menuntut keadilan terhadap Palestina. Yang menarik bagi saya, dari sekian aksi demo tersebut adalah munculnya aksi dari murid-murid TK al-Falah Surabaya yang berani ‘menyentil’ Kak Seto karena Kak Seto tidak bergeming dengan aksi kekerasan yang nyata-nyata banyak mengorbankan anak (Trans TV, 5 Januari 2008).

Aksi demo anak-anak ini sangat mengetuk hati. Menyaksikan mereka saya merasa bangga sekaligus malu. Saya bangga karena ternyata generasi muda sedini mereka sudah punya empati kemanusiaan yang cukup tinggi. Istimewanya mereka berani mengingatkan ”orang penting” seperti Kak Seto agar ikut peduli karena selama ini Kak Seto memang sangat terlibat dengan kepentingan anak. Bahkan, akhir-akhir ini, dengan beraninya beliau mengusulkan kepada MUI untuk meninjau hukum merokok dengan dalih keselamatan generasi (anak-anak) atas bahaya merokok. Akan tetapi, saya juga merasa malu karena selama agresi militer ini, sepanjang pengetahuan saya, belum ada organisasi yang mengatasnamakan kepentingan dan pemberdayaan perempuan (kaum feminis) yang ikut terjun dan berani menyatakan sikap serta menyentil orang-orang berpengaruh untuk mengutuk kekerasan Israel terhadap perempuan di Jalur Gaza Palestina sebagaimana yang dilakukan anak-anak al-Falah tersebut.

Kekerasan terhadap perempuan akibat kejahatan perang ini sebenarnya merupakan isu strategis bagi organisasi dan para pemerhati perempuan. Melibatkan diri pada isu ini, menurut saya, akan sangat strategis bagi upaya menunjukkan kepada dunia bahwa gerakan feminis bukan gerakan perempuan yang menuntut kebebasan belaka, bukan pula gerakan yang ingin mengaburkan makna agama dan kemapanan tradisi, sebagaimana diasumsikan banyak orang, tetapi benar-benar sebuah gerakan luhur yang sangat peduli terhadap penindasan kemanusiaan.

Kalau selama ini para feminis memang sangat getol menyoal kekerasan terhadap perempuan dalam hukum misalnya dengan memprotes habis UU Pornografi Pornoaksi, menolak KDRT misalnya dengan berhasil menggolkan UU KDRT dan lain sebagainya, maka saatnya para feminis segera turun untuk mengambil sikap terhadap kekerasan perempuan di sana (di Palestina) atas kebiadaban Israel dan di manapun terjadinya. Apapun strategi, metode, upaya yang bisa menarik perempuan dari segala bentuk kebiadaban perlu diformulasikan bersama dan diperjuangkan untuk memastikan bahwa gerakan feminis senyatanya merupakan gerakan yang hadir untuk kemaslahatan perempuan khususnya dan relasi kemanusiaan yang lebih baik pada umumnya. Barangkali kita memang harus lebih banyak menimba semangat dan nilai kemanusiaan bagi gerakan, bahkan dari anak-anak al-Falah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar